Resensi novel
Judul : Negeri 5 Menara
Pengarang : A. Fuadi
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : IV
Tahun Terbit : 2009
Tebal Buku : XII + 423 halaman
Awal kisah pemuda berasal dari pinggiran danau Minanjau, ia bernama Alif. Alif adalah anak dari kedua orang tua yang saya anggap berkecukupan. Dari kecil, ia ingin sekali menjadi seperti B.J. Habibie. Dia sudah merencanakan kebutuhan akademisnya, yaitu melanjutkan ke SMU di kota Padang yang nantinya akan memuluskan langkahnya untuk ke perguruan tinggi.
Tetapi, rencana itu hancur seketika saat Amak/ ibunya Alif menyuruh anaknya untuk melanjutkan jenjang berikutnya masuk ke dalam pondok pesantren di Pondok Madani, Jawa Timur. Amak menyuruh Alif melanjutkan jenjang sekolahnya di pondok itu karena Amak menginginkan ia menjadi penerus Buya Hamka. Ia sempat marah, sampai-sampai dia tak ingin makan dan mengunci dirinya di kamar.
Awalnya Alif setengah hati menjalani pendidikan dipondok karena dia harus merelakan cita-citanya yang ingin kuliah di ITB dan menjadi seperti Habibie. Namun kalimat bahasa Arab yang didengar Alif dihari pertama masuk di PM (pondok madani )mampu mengubah pandangan Alif tentang melanjutkan pendidikan di Pesantren sama baiknya dengan sekolah umum. ” mantera” sakti yang diberikan kiai Rais (pimpinan pondok ) " man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil." Dan Alif pun mulai menjalani hari-hari dipondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.
Di PM Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si jenius Baso dari Gowa, Sulawesi. Ternyata kehidupan di PM tidak semudah dan sesantai menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hapalan Al-Qur’an, belajar siang-malam, harus belajar berbicara bahasa Arab dan Inggris di 6 Bulan pertama. Karena PM melarang keras murid-muridnya berbahasa Indonesia, PM mewajibkan semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum lagi peraturan ketat yang diterapkan PM pada murid yang apabila melakukan sedikit saja kesalahan dan tidak taat peraturan yang berakhir pada hukuman yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Tahun-tahun pertama Alif dan ke 5 temannya begitu berat karena harus menyesuaikan diri dengan peraturan di PM.
Hal yang paling berat dijalani di PM adalah pada saat ujian, semua murid belajar 24 jam nonstop dan hanya beberapa menit tidur. Mereka benar-benar harus mempersiapkan mental dan fisik yang prima demi menjalani ujian lisan dan tulisan yang biasanya berjalan selama 15 hari. Namun disela rutinitas di PM yang super padat dan ketat. Alif dan ke 5 selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dibawah menara mesjid , sambil menatap awan dan memikirkan cita-cita mereka kedepan.
Ditahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih berwarna dan penuh pengalaman menarik. Di PM semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan bersahabat, sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso , teman alif yang paling pintar dan paling rajin memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan keluarga.
Kepergian Baso, membangkitkan semangat Alif, Atang, Dulmajid, Raja dan Said untuk menamatkan PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan cita-cita mereka menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika. Kini semua mimpi kami berenamtelah menjadi nyata. Kami berenam telah berada lima Negara yang berbeda, sesuai dengan lukisan dan imajinasi kita di awan. Aku (Alif) berada di Amerika, Raja di Eropa, sementara Atang di Afrika, Baso berada di Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis mereka di Negara kesatuan Indonesia tercinta. Di lima menara impian kami. Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Pendengar.
Terlepas dari semua itu, si penulis memiliki pandangan religius yang baik karena di novel ini, sebagian besar dia menceritakan sikap religius dari setiap tokoh dan juga terkadang diselingi kata-kata mutiara yang cukup membangun semangat para pembaca. Namun, tetap ada kekurangan dari novel karya A. Fuadi ini. Seperti kosakata yang sulit dimengerti, alur yang kompleks, yang dapat membuat para pembaca terkadang kebingungan. Saya harap di cetakan berikutnya, kosakata tolong dimudahkan sedikit lagi. Jadi, dapat saya simpulkan bahwa novel ini layak/boleh dibaca oleh seluruh kalangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar